Senin, 23 Juni 2008

gibran

Aku dan jiwaku pergi ke lautan luas untuk mandi-mandi. Dan ketika kami tiba di pantai, kami berkeliling mencari-cari tempat sunyi dan terlindung.

Tetapi saat kami berjalan, kami melhat seorang lelaki duduk di sebongkah karang kelabu sedang mengambil sejumput garam dari tas dan melemparkanya ke laut.

“dia seorang pesimis,” kata jiwaku. “kita tinggalkan saja tempat ini. Tak bisa kita madi-mandi di sini.”

Kami berjalan sampai akhirnya tiba disebuah celah. Di sana, di atas karang putih kami melihat seorang lelaki sedang menjingjing peti berhias permata dari peti itu ia mengambil sejumput gula dan meleparkanya ke laut.

“dia seorang optimis,” kata jiwaku “ “dan ia juga tidak boleh melihat kita telanjang .”

kami terus berjalan. Dan di sebuah pantai kami meliahat seorang lelaki memungut bankai ikan da dengan lembut mengembalikanya ke dalam air.

“kita tidak bisa mandi-mandi di depanya,”kata jiwaku. “ia seorang penyayang.”

Dan kami terus berjalan.

Maka kami tiba di sebuah tempat dimana kami melihat seorang lelaki sedang melacak jejaknya sendiri di atas pasir. Ombak besar datang menyapu jejak itu. Tetapi ia terus melacak .

“ia seorang sufi,” kata jiwaku, “mari pergi darinya.”

Dan kami meneruskan jalan, sampai di tempat yang tenang dan tersembunyi kami melihat seseorang menyekop buih dan menaruhnya diatas pualam.

“ia seorang idealis,”kata jiwaku,” tak seharusnya ia melihat kita telanjang.”

Dan kami terus berjalan. Tiba-tiba kami mendengar suara tangisan, “ini laut. Ini laut yang dalam. Ini laut yang ganas dan luas.” Dan ketika kami mendatangi sumber suara itu, kami melihat seorang lelaki yang membelakangi lautan, dan di telinganya ia mendekatkan karang, mendengar bisikanyna.

Dan jiwaku berkata,”mari kita pergi. Ia seorang relis, yang meninggalkan semua yang tak bisa ia raih, dan menyibukan diri dengan potongan-potongan kecil.”

Maka kami berlalu. Dan di tempat berumput di antara batu-batu kami menemukan seorang lelaki yang membenamkan kepalanya di pasir, dan aku berkata pada jiwaku,” kita bisa mandi-mandi di sini, karena ia tidak bisa melihat kita.”

“tidak.” Kata jiwaku,” sebab ia yang paling mengerikan dari semuanya. Ia seorang fanatic.”

Maka kesedihan yang dalam menghampiri paras jiwaku, dan menyusup ke dalam suaranya.

“karena itu mari pergi,”katanya,”sebab tak ada tempat yang sunyi dan terlindung di mana kita bisa mandi-mandi. Aku tak mau angin mengangt rambutku,atau menerbangkan kain penutup buah dadaku, atau membiarkan cahaya menyingkapkan ketelanjnganku yang suci.

Kemudian kami meninggalkan laut untuk mencari laut yang lebih luas