Senin, 23 Juni 2008

gibran

Aku duduk disini, dianatar saudarku lelakiku gunung dan saudar perempuanku laut.

Kami bertiga menyatu dalam keterasingan, dan yang mengikat kami adalah cinta yang mendalam, kokoh dan tak lazim. Ya ia lebih dalam dari saudara perempuanku laut dan lebih kokoh dari saudara lelakiku gunung, dan lebih tak lazim dibandingkan kegilaanku.

Ribu-ribuan tahun berlalu sejak terbit fazar kelabu pertama yang membuat kami saling melihat; dan meskipun kami telah menyaksikan kelahirn, kematangan, da kematian banyak dunia, kami tetap muda dan bergairah.

Kami muda dan bergairah, namun kami tak punya kawan dan tak pernah ada yang datang, dan sekalipun kami saling berpeluk erat, kami tidak terhibur. Dan apa yang menghibur jika kita harus mengendalikan hasrat dan mengekang nafsu?

Dari mana dewa api akan datang untuk menghangatkan tempat tidur saudara perempuanku? Dan air bah seperti apa yang akan memadamkan api saudara lelakiku? Dan siapakah orang yang akan memandu hatiku?

Dikeheningan malam, dalam tidurnya saudara perempuanku membisikan nama dewa api yang tak dikenal, dan saudara lelakiku berseru memanggil yang diam dan tak terjangkau. Namun siapa yang kupanggil dalam tidurku, I never know

Aku duduk disini, dianatar saudarku lelakiku gunung dan saudar perempuanku laut. , dan yang mengikat kami adalah cinta yang mendalam, kokoh dan tak lazim.